Ananda kun Masrokhati |
Kenapa
aku ada jika aku hanya diremehkan?, kenapa aku ada jika aku tak pernah
dianggap?, kenapa aku ada jika aku tak pernah merasakan kasih sayang?, kenapa
aku ada jika aku harus kehilangan semuanya?, kenapa aku ada?.
Aku
tak pernah tau seberapa pentingnya aku di dunia ini, kejadian beberapa tahun
silam itu membuatku benar-benar tak berarti, tidak ada kasih sayang yang
diberikan untuk anak berusia 10 tahun, terlantar dijalanan dan diremehkan, tak
berarti sama sekali..
***
“KINAN!,
sudah berapa kali kakak bilang jangan mainan di sungai,kalau tercebur
bagaimana?”. Aku hanya diam dan menunduk kakak selalu marah jika aku bermain di
sungai, “Maafin Kinan kak Ely,tapi main di sungai itu asik”.
“Kamu masih ngeyel ya di bilangin,kalau kamu hanyut
bagaimana?”. Muka kak Ely masih merah padam memarahiku.
“Kan aku tidak sendiri,ada Bagas dan Eri”. Aku masih
menunduk.
“Mereka itu laki-laki Kinan,bisa berenang kalau mereka
hanyut,sedangkan kamu dikolam renang anak-anak saja kamu tidak bisa berenang”.
“Maafkan Kinan kak, Kinan janji nggak bakal main di
sungai lagi”. Kak Ely berlalu meninggalkanku.
Rasa bersalah sealalu ada jika kak Ely memarahiku, dia
sangat menyayangi aku dan Ayla adikku yang baru berusia 2 tahun, kak Ely sangat
bertanggungjawab dengan adiknya,karena Ibu harus bekerja setelah ayah
meninggal.
Jadi,kak Ely yang merawatku dan Ayla,kak Ely ingin
sekali kuliah tapi Ibu tidak punya biaya kak Ely juga bekerja bikin kue dan
menjualnya di kantin sekolahku dan SMA tempat kak Ely sekolah dulu,Ibu selalu
pulang larut malam bekerja di pabrik kayu di kota,gajinya tidak seberapa hanya
cukup membiayai aku dan makan sehari-hari.
***
Aku
termenung di dalam kamarku sambil melihat bintang dari jendela kamarku, Ayla
sudah tidur pulas di sebelahku, aku melangkah perlahan mendekati lagi jendela
kamarku sambil bersandar di kusen jendela, aku rindu ayah dan aku rindu tidur
bersama Ibu, tak terasa air mataku menetes perlahan dipipiku.
Ssssssstttt!!!, aku mendengar suara dari arah
semak-semak, aku segera mengusap air mataku dan melihat tajam kearah
semak-semak itu. “KINAN!”. Aku terperanjat ternyata itu Bagas, ulahnya selalu
mengagetkanku, Bagas adalah teman satu kelasku dia sangat baik dan selalu
menghiburku disaat aku sedih.
“Ada apa Gas?,kamu selalu mengagetkanku”. Perlahan aku
membuka pintu jendela kamarku.
“Aku tau kamu kalau malem kaya gini suka nangis, Ayla
udah tidur?”. Bagas menengok kearah kamarku. Aku hanya mengangguk karena itu
kebiasaanku setiap malam.
“Oh ya, besok ikut aku yuk?”. Bagas berusaha
menghiburku.
“Kemana?”. Aku hanya menjawab pendek.
“Pokoknya ikut aja,nggak usah banyak tanya”. Aku hanya
mengangguk.
“Ya sudah aku pulang dulu ya Nan,jangan lupa besok”.
Bagas menunjukkan jempolnya kearahku lalu berlari meninggalkan jendela kamarku.
Aku menutup jendelaku rapat-rapat,aku menengok kearah
jam di meja,pukul 21.00,mataku sudah mulai berat, aku membenarkan selimut dan
sekejap mataku sudah tertutup rapat.
***
Dalam
setiap malam aku selalu bertanya kenapa aku ada?, kejadian beberapa tahun silam
itu membuatku tak berarti, tidak ada kasih sayang yang diberikan untuk anak
berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan diremehkan, tak berarti sama sekali.
Aku kehilangan keluargaku di
usia 10 tahun, terlalu kecil untuk menanggung beban kehidupan, terlalu kecil
untuk mengerti tentang kerasnya kehidupan. Aku terisak di jendela kamarku
sambil melihat bintang berkelip di langit, aku rindu Ayah,Ibu, kak Ely sedang
apa mereka?.
***
Aku
memeluk Ayla sebelum berangkat sekolah, dia selalu tertawa ketika aku sedang
mengikat sepatu,mungkin terlihat lucu karena aku tidak bisa mengikatnya.
“Kamu itu sudah besar Kinan,sudah kelas 3 masa
mengikat sepatu saja tidak bisa”. Kak Ely menahan tawa sambil mengikat
sepatuku, aku hanya nyengir tidak berdosa.
“Kata Ibu pulang sekolah langsung pulang jangan main”.
Aku hanya diam tidak bilang tidak ataupun mengangguk, kak Ely menyerahkan kue
untuk dijual di kantin sekolah.
“KIIINAAAANNNNN!! Ayo berangkat”. Dan seperti biasa
Bagas selalu menghampiriku untuk berangkat sekolah bersama.
“Aku berangkat dulu ya kak”. Aku mencium tangan kak
Ely dan pipi menggemaskan Ayla.
Bagas membisikkan sesuatu ditelingaku “Nan,nanti
jangan lupa ya?”.
“Iya tapi nanti aku harus pulang dulu”. Bagas
mengacungkan jempolnya kearahku, aku tersenyum membalasnya.
Pulang
sekolah aku buru-buru sampai kerumah,menyerahkan uang hasil jualan
tadi,berganti baju dan pamit untuk pergi.
“Kamu mau kemana Nan?”. Kak Ely bertanya menyelidik.
“Aku mau belajar bersama Bagas kak”. Aku gugup
menjawab pertanyaan kak Ely.
“Benar?, jangan pergi ke sungai lho?”.
“Iya kak, kan aku udah janji nggak main ke sungai
lagi”.
“Ya sudah,jangan pulang sore lho”. Aku membalasnya
dengan anggukkan mantap.
Aku
berlari menemui Bagas yang sudah menunggu di pos kamling, “Kamu lama sekali
Nan”. Bagas terlihat bosan menungguku.
“Hehe..maaf, kamu piker minta izin dengan kak Ely
gampang apa?”.
“Ya sudah ayo ikut aku”. Bagas beranjak berjalan
menuju tempat tujuan, aku terus mengikutinya dari belakang,naik turun area
persawahan, aku terpukau melihat pemandangan pegunungan di hadapanku. “Kita mau
kemana sih Gas?”. Aku terus mengikuti Bagas dari arah belakang.
“Ikuti aku saja”. Aku hanya mengangguk.
Bagas
membawaku kesebuah tempat yang tandus dan kering,pepohonannya juga sudah tidak
ada, banyak hasil pembakaran di situ, pembukaan lahan besar-besaran “Ini sangat
berbahaya Gas”. Aku masih tercengang melihat semua itu.
“Kinan cepat sembunyi di sini”. Aku segera bersembunyi
dibalik semak-semak, aku melihat banyak orang yang menebang pohon dan membakar
sebagian lahan, “Kinan coba lihat,bahkan di sana ada pak lurah juga”. Bagas
menunjuk keramaian orang yang sedang menebang pohon, hatiku terasa sengit
ketika melihat semua ini.
“Ayo Kinan kita pergi,kita lihat yang selanjutnya”.
Aku kembali mengikuti Bagas, dan tibalah disebuah jembatan yang menghubungkan
desa ke kota, dan tepat di hulu sungai aku melihat banyak sekali limbah dan
sampah dari kota, hatiku semakin terasa sengit.
“Ini tidak bisa dibiarkan Gas, sungai kita bisa
tercemar dan banjir”.
“Iya Nan, tapi apa yang harus kita lakukan, kita
terlalu kecil untuk melawan orang-orang itu”.
“Apa kita lapor ke polisi saja Gas?”.
“Aku sudah mencobanya Nan, sepertinya polisi itu
dibayar oleh orang-orang kota”.
Aku
dan Bagas hanya berdiam diri diatas jembatan, masih berfikir apa yang
seharusnya dilakukan, tapi hari sudah semakin sore Aku dan Bagas harus segera
pulang, kalau tidak kak Ely bisa habis-habisan memarahiku, akhirnya kami segera
bergegas untuk pulang.
Benar
saja, setibanya di rumah kak Ely sudah menghadangku di depan pintu sambil
menggendong Ayla yang tertidur pulas, “Pasti kamu main ke sungai,iya kan?”. Kak
Ely menghadangku dengan tuduhan tajam.
“ Tidak kak, aku dan Bagas memang benar-benar
belajar”.
“Belajar kok sampe maghrib, sudah masuk sekarang
sebentar lagi hujan”.
Aku mengindahkan kata-kata kak Ely dan segera masuk
rumah.
***
Kenapa
aku ada? kejadian beberapa tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada
kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan
diremehkan, tak berarti sama sekali.
Malam ini aku terisak di jendela kamarku, aku ingat
sekali detik-detik kejadian yang menimpaku,perih sekali di dasar hati, aku
rindu keluargaku sedang apa mereka?.
Sesekali aku mengusap air mata yang terus meleleh
dipipi, Koran berita kejadian itu masih aku pajang rapi di dinding kamarku,
mengingatkanku tentang orang-orang serakah yang membuat tuhan marah hingga
kejadian itu terjadi.
Dan aku masih
bertanya kenapa aku ada di dunia ini?
***
Malam ini hujan turun sangat deras,
entah kenapa Ayla menangis kencang, perasaanku juga tidak enak aku menutup
rapat-rapat jendela kamrku petir di luar terdengar keras, kali ini aku tidak
bisa melihat bintang di langit warna hitam pekat menutupi semuanya.
Aku mencoba menenangkan Ayla yang berada digendongan
kak Ely, kak Ely juga terlihat cemas.
“ Kak Ely kenapa?”. Aku bertanya sambil memindahkan
Ayla ke gendonganku.
“Semoga Ibu cepat pulang, dan tidak terjadi apa-apa?”.
Kak Ely masih terlihat cemas sambil mondar mandir. Aku mecoba menidurkan Ayla,
hujan di luar masih sangat deras.
30
menit kemudian, Ayla sudah tidur pulas digendonganku, hujan diluar masih deras,
jam menunjukkan pukul 22.00, mataku sudah terasa berat, kak Ely masih cemas
menunggu kepulangan Ibu. “Kak aku tidur dulu ya?”, sambil mengusap mataku yang
lelah.
Kak Ely hanya mengangguk raut mukanya masih cemas, aku
segera bangkit dan bergegas menuju kamarku “ Semoga tidak ada apa-apa ya Allah,
aammmiinn”. Aku segera menutup mata lelahku sambil memeluk Ayla di sampingku.
***
Aku
mendengar Ayla menangis disampingku, aku terbangun sedikit melirik ke ararh jam
dinding pukul 23.55, hampir tengah malam, aku kaget melihat Ibu yang sedang
mencoba menenangkan Ayla, “Ibu sudah pulang?”. Ibu tersenyum ke arahku.
“Tidur lagi Kinan, biar Ayla tidur bersama Ibu,jangan
lupa berdoa?”. Ibu beranjak keluar dan mencium keningku, hujan di luar masih
deras, malam itu tidurku sudah tidak nyenyak persaanku tidak enak, aku mencoba
memejamkan mataku kembali. Tapi, tidak bisa aku melirik jam tepat pukul 12
malam, perasaanku semakin cemas, dan tepat pukul 12 malam itu suara gemuruh air
terdengar dari kejauhan, terdengar kentongan dari pos kamling berbunyi
menyeruak “BANJIRRR…BANJIRRR…”. Aku mendengar suara orang berteriak dan
berlari.
Aku takut, aku berlari menuju kamar kak Ely, “Kinaaannnnnn,
ayo keluarrrrr”. Kak Ely menyeretku berlari ke luar.
“BANJIIIIIRRRR…BANJIIRRRRR”. Aku terpontang panting,
aku melihat air bah itu datang tinggi seakali “KAAAKKKKK EELYYYYY”. Genggamanku
terlepas dari tangan kak Ely, aku terjerambab “KAK ELYYYYYY”. Air bah setinggi
5 meter itu menghempas tubuhku,badanku hanyut, terpontang-panting menabrak
bangunan rumah,berkali-kali aku mencoba meneriakkan nama Ibu dan Kak Ely tapi
tidak bisa, aku merasakan air itu masuk kedalam hidungku, arusnya sangat deras
dan masih terasa di badanku “BRRRUUKKK”. Aku tersangkut terapit pohon besar,aku
tak sadarkan diri.
***
Kenapa
aku ada? kejadian beberapa tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada
kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan
diremehkan, tak berarti sama sekali.
Banjir bandang itu, merenggut kebahagianku, merenggut
orang-orang yang aku sayangi, air mataku buncah,terpontang-panting tubuhku
dipermainkn air berarus deras setinggi 5 meter itu, hingga akhirnya keajaiban
itu datang, keajaiban yang tidak mungkin di dapatkan semua manusia, aku selamat
dari musibah itu.
***
Terik
matahari sangat menyengat, aku merasakan badanku terasa remuk dan saikt,
“Ibuu..Kak Ely”. Aku merintih kesakitan, semalam badanku terasa dingin, aku melihat
di sekelilingku banyak mayat, banyak bangunan rumah yang hanyut, dan aku
melihat diseberang mayat kak Ely yang terbujur kaku, tubuhnya penuh lumpur aku
mengenali gelang yang dipakainya.
“Kak Elyy”. Aku terisak, badanku terasa sakit dan
penuh lumpur, 2 hari 1 malam aku terjebak dintara pohon besar, bau mayat sudh
menyeruak, dan akhirnya tim sar menemukankku dan segera membawaku ke rumah
sakit, dan saat itu aku tidak sadarkan diri lagi.
Aku
terus merintih menyebut nama Ibu dan Kak Ely, aku juga bermimpi Ayla, dia
tertawa melihatku. Aku melihat di sekitarku banyak selang yang menempel
ditubuhku.
Aku melihat gurat senyum dari suster rumah sakit
menyapaku “Sungguh pertolongan dari Allah,sekarang kamu sudah siuman”.
“Aku dimana?”.
“Kamu di rumah sakit, nama kamu siapa?”.
“Kii…..nnaannn”. Aku menjawab pelan.
“Kinan? Nama yang bagus, sekarang kamu istirahat dulu
ya?”. Aku hanya mengedipkan mataku.
Tubuhku masih terasa lemas dan sakit, kepalaku
ternyata botak,banyak jahitan, aku tanya dengan dokter katanya kepalaku dimakan
air sehingga aku harus di jahit.
***
Kenapa
aku ada? kejadian beberapa tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada
kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan
diremehkan, tak berarti sama sekali.
Airmataku terus menetes, waktu itu stasiun televisi
sedang gencar-gencarnya memberitakan banjir bandang itu, yang merenggut hampir
semua orang di desaku.
Dan saat itu datanglah keajaiban kembali, ternyata tim
sar menemukan seorang bayi yang tersangkut di atap rumah, bayi itu Ayla adikku
yang berumur 2 tahun, walaupun terluka parah tapi dia masih hidup.
Aku sangat bersyukur, tetapi disebelah adikku Ibuku
sudah terkapar tak bernyawa kedua kakinya membusuk, kini aku dan adikku tidak
punya orang tua, dan aku masih bertanya kembali kenapa aku ada?
***
Kini
aku sudah berangsur pulih, suster baik itu menemukan aku dengan adikku, Ayla
kini juga terlihat sehat walaupun kepalanya botak seperti aku. Aku senang bisa
melihat Ayla, hanya dia keluargaku yang tersisa setelah semua pergi
meninggalkanku.
Kami dikirimkan disebuah panti asuhan, aku kembali
sekolah seperti dulu dengan teman-temanku yang baru,seketika aku teringat Bagas
dimana dia?.
Ibu panti disini sangat galak, aku sering dimarahi
jika Ayla menangis aku tidak betah tinggal di panti asuhan ini.
“Kinan,kemari kamu”. Ibu panti memanggilku, aku sedang
menyapu di ruang kamarku dan Ayla.
“cepattttt”. Muka garang Ibu panti sudah terlihat, aku
segera berlari.
Ibu panti mengajakku ke ruang tamu, disana sudah duduk
sepasang suami istri, mereka membelai rambutku dengan sangat lembut. “Nha,
Kinan mereka akan menjadi orang tua angkatmu”. Ternyata aku akan diadopsi rasa
senang itu ada karena aku akan mersakan punya keluarga lagi.
“ Lalu bagaimana dengan Ayla Bu panti?”. Aku menatap
dalam Ibu panti.
“Maaf Kinan tapi, mereka hanya ingin mengadopsi kamu
saja”.
“Kinan tidak mau berpisah dengan Ayla bu”. Aku berlari
meninggalkan tempat itu, aku masuk ke kamar memeluk Ayla yang tertidur pulas,
bagaimana bisa aku meninggalkan Ayla, dan malam itu aku bertekad untuk pergi
dari panti asuhan ini.
Aku segera mengemasi barang-barangku
dan Ayla, aku mengendongnya dalam dekapanku, aku harus nekad mengambil makanan
di rak makan panti, aku segera berlari sekencang yang aku bisa,tak peduli badanku
yang kecil terhuyung akan jatuh, aku tidak mau berpisah dengan Ayla biar maut
yang memisahkan.
Aku bersembunyi didalam mobil box pengangkut barang
yang ada dipasar, tubuhku kecil jadi muat menyelip diantara keranjang sayuran,
Ayla tertidur pulas digendonganku mataku mulai berat, aku menutup mataku rapat.
***
Kenapa
aku ada? kejadian beberapa tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada
kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan
diremehkan, tak berarti sama sekali.
Aku
menarik nafasku berat, beban kehidupan dimulai ketika aku sudah sampai di kota,
aku harus mencari pekerjaan, apa yang bisa dibuat anak kecil umur 10 tahun yang
harus mengurus adiknya?, waktu itu aku memang masih kecil tapi semangatku tidak
bisa diremehkan, aku tidak mau mengemis, aku bekerja menjual Koran dan
mengamen.
1 tahun lamanya
aku merasakan kerasnya jalanan, bertengkar dengan preman jalan berebut sisa
makanan di tong sampah dengan anak jalanan, waktu itu umurku 11 tahun dan Ayla
3 tahun, tapi Ayla belum bisa bicara, berjalan pun masih terhuyung badannya
kecil tak berisi begitu juga badanku tidak ada lemak yang menempel, dan sekali
lagi aku bertanya kenapa aku ada di dunia ini?
***
Aku
tersadar dari tidurku yang melelahkan, perkotaan tepat di mataku, aku segera
mencari tempat untuk istirahat, Ayla menangis didekapanku sepertinya dia lapar
“Sepertinya kamu lapar ya dek?”. Aku segera mengambil makanan yang berada di
ranselku serta susu yang berada di termos kecil, aku memandangi setiap gedung
di kota, “Aku rindu Ibu dan kak Ely”. Aku merintih sambil mendekap erat Ayla.
Aku mulai beranjak dari tempat dudukku aku mencari tempat tinggal dibawah
jembatan, banyak anak yang malang sepertiku, di sana aku menemukan teman baru
Lala dan Udin mereka sangat baik, kita berbagi tempat tinggal Lala sangat
menyayangi Ayla, Ayla juga tertawa jika bergurau dengan Lala.
“La, aku titip Ayla ya, aku sama Udin mau jualan
dulu”.
“Iya Nan, aku jagain Ayla kok”. Aku dan Udin segera
pergi, kami berpencar kearah lampu merah yang berbeda, aku ngamen sedangkan
Udin berjualan Koran dan tisu.
Matahari
cukup terik, tubuh kumalku terduduk dibarisan kardus bekas, kami juga
mengumpulkan sampah untuk dijual.
“Nan, duduk yuk”. Udin mengajakku beristirahat
sebentar.
“Coba kita hitung berapa pendapatan kita hari ini”.
Aku mengangguk mengiyakan.
“Wah kita dapet banyak Din, kita dapet 100 lebih nih,
bisa buat beli susu Ayla”.
“Iya Nan, bisa makan enak nih”.
Disaat
kita berdua sedang menghitung uang, tiba-tiba ada preman yang mabuk menghampiri
dan ingin merampas uang yang aku pegang. Langsung saja tubuh cungkring kami
terjerambab jatuh, emosi Udin pun memuncak “Kembalikan uang kami”. Udin
mengambil sebatang kayu.
“Eh, duit ini punya gua, lu semua harus tunduk sama
gua”. Preman itu menimpali.
Tanpa banyak omong lagi Udin memukul kepala preman itu
hingga pingsan, Udin mengambil uangnya kembali dan kami langsung berlari
menjauh.
“Wahhh… Udin hebat”. Aku menepuk-nepuk bahu Udin.
“Siapa duluu, bang Udin gitu”. Udin menepuk-nepuk
dadanya sendiri layaknya superman yang menyelamatkan kota.
“Eh, ayo kita beli makanan dan pulang Din”.
“Ayooo”.
Jalanan berdebu, panas terik matahari
sangat menyengat, aku mengusap peluh yang ada di dahi. Tubuhku sangat kumal aku
segera pulang bersama Udin, aku kaget ketika Lala menghampiriku sambil menangis
dan panik.
“Kamu kenapa La?”. Aku juga bertanya cemas.
“Ayla…. Ayla Kinaaannnn”. Lala terlihat semakin pank.
“Ayla kenapa?”. Lala segera berlari menyeret tanganku,
aku kaget, aku melihat Ayla kejang-kejang dan memuntahkan busa dari mulutnya,
“Ayla kenapa La?”. Aku semakin panik.
“Aku tidak tahu Kinan, aku sedang mengambil air minum
tiba-tiba Ayla menangis dan kejang seperti ini”.
Tanpa berpikir panjang lagi, Udin langsung membawa
Ayla dipuskesmas terdekat, Ayla segera dibawa di ruang gawat darurat, “Kita
nggak punya uang Din”. Aku menangis.
“Tenang saja Nan, aku masih punya tabungan untuk
membayar uang muka”. Udin menepuk bahuku menenangkan, aku terduduk di deretan
kursi puskesmas aku masih terisak, Lala dan Udin mengamati Ayla dari kaca
ruangan, aku berlari sambil mengusap airmataku.
***
Kenapa
aku ada? kejadian beberapa tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada
kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan
diremehkan, tak berarti sama sekali.
Malam mulai larut, tapi aku masih
terisak, bintang diluar sana memandangku nanar dari balik jendela kamarku,
waktu itu hampir saja Ayla meninggal jika saja Udin tidak langsung membawanya
ke puskesmas. Tapi Allah itu maha adil memberikan jalannya dengan cara
apapun,dibalik cobaan itu ada hikmahnya, aku menemukan keajaiban kembali aku
menemukan orang baik yang dulu menghiburku.
***
Aku
berlari sekencangku,aku terjerambab disebuah taman, aku terisak dibawah pohon,
sesekali aku melihat nanar situasi disekitar taman itu.
Di taman itu aku melihat seorang anak sedang bersama
ayahnya bermain bersama, membuatku semakin bersedih, aku mendekapkan mukaku
menekuknya dikakiku.
Ayah dan anak itu mendekatiku, “Kamu kenapa nak?”.
Suara berat itu menghampiriku.
Aku mendongakkan wajahku, aku kaget melihat anak yang
disebelahnya “Bagas”. Bisikku lirih.
Bagas juga melihatku tak percaya “Kinan?”.
“Kamu kenal dengan dia Bagas?”. Suara berat itu
terdengar kembali.
“Dia sahabat yang sering aku ceritakan itu Yah”. Bagas
tersenyum kepada laki-laki gagah itu.
“Ayah?”. Aku berbunyi lirih, “Sini Kinan duduk dulu”.
Laki-laki itu mengulurkan tangannya, aku menggapai tangan itu, tangisku makin
terisak. “Kamu kenapa Kinan?, Alhamdulillah kamu selamat dari banjir itu”.
Bagas menatapku nanar.
“Kamu juga selamat Bagas? Aku kira kamu sudah dimakan
air”.
“lalu bagaimana dengan semuanya Kinan?”.
“Ibu dan kak Ely sudah meninggal Bagas”. Aku meneteskan
airmata dipipiku.
“Ayah dan Ibuku juga meninggal Kinan, lalu bagaimana
dengan Ayla?”.
“Ayla selamat Bagas, tapi……..”. Aku semakin terisak,
tidak mampu lagi untuk berkata.
“ Tapi apa Kinan?, Kinan ini Ayah angkatku namanya om
Tegar, dia sangat baik sekali kamu bisa tinggal bersamaku Kinan”.
“ Iya Kinan, sudah lama om dan istri om tidak punya
anak, Kinan mau tinggal sama om?”.
Aku menatap wajah Bagas dan om Tegar dalam, “Tapi adik
Kinan sedang di rawat di puskesmas Om”.
“Ayla kenapa Kinan?”. Aku mengajak Bagas dan Om Tegar
menuju puskesmas, setibanya di puskesmas aku melihat Udin dan Lala menangis,
“Kinan!!”. Lala memelukku erat.
“Ayla kenapa La?”, Lala semakin terisak dalam.
“Ayla meninggal Kinan”. Udin juga memelukku erat, aku
menjerit tak percaya, lengkap sudah kini kesedihankku, aku pingsan tak sadarkan
diri.
***
Kenapa
aku ada? kejadian beberapa tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada
kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan
diremehkan, tak berarti sama sekali.
Airmataku buncah kembali,
Ayla satu-satunya keluargaku yang tersisa kini telah pergi, aku memang kakak
yang tidak bisa menjaga adiknya dengan baik, waktu itu umurku 11 tahun, betapa
banyak cobaan menimpa disaat aku kecil, tapi Allah selalu merencanakan yang
terbaik dibalik kesedihan yang aku alami ada suatu jalan indah yang aku miliki,
tapi aku masih bertanya kenapa aku ada di dunia ini?.
***
Om Tegar memang sangat baik, dia yang mengurus kematian
Ayla, aku sangat berterimakasih kepada om Tegar,Bagas dan tante Maria istri om
Tegar.
Saat dipemakaman Bagas tetap menghiburku, aku diangkat
menjadi anak om Tegar dan tante Maria, aku bercerita semua apa yang aku alami
saat ini, aku melihat airmata tante Maria menetes kini aku merasakan keluarga
yang lengkap kembali.
Aku kembali bersekolah, aku selalu rajin belajar
hingga aku mendapat beasiswa di sekolah favorit begitu juga dengan Bagas, kami
selalu kompak dengan segala hal, hingga akhirnya kami diterima di sebuah
universitas di luar negeri, kami tidak mau mengecewakan Ayah Tegar dan Ibu
Maria karena mereka aku dan Bagas menjadi orang yang sukses.
***
Kenapa aku ada? kejadian beberapa
tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada kasih sayang yang diberikan
untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan diremehkan, tak berarti
sama sekali.
Kini
terjawab sudah kenapa aku ada di dunia ini, lewat beberapa kejadian kehidupan
yang aku alami, musibah itu memberikanku sebuah pembelajaran, kenapa aku ada?
Karena aku harus meneruskan hidupku, kenapa aku ada? Aku ada karena aku harus
merawat Ayla disisa hidupnya,kenapa aku ada? Aku ada karena aku harus berjuang
untuk hidupku, kenapa aku ada? Aku ada untuk menemukan keluarga baru yang
sangat baik kepadaku, dan kenapa aku ada? Aku ada karena maha besar Allah yang
telah menentukan jalanku untuk mencapai kesuksessanku, aku ada untuk
keluargaku,aku ada karena aku yakin semua itu akan indah pada waktunya,
Umurku
kini 23 tahun,dan sekarang aku telah tau jawaban dari kehidupanku, aku beranjak
dari jendela kamarku,mengusap semua airmataku dan kini gurat senyum yang
terukir diwajahku.
Karya : Nanda Kun (IPPNU Komisariat SMK Ma'arif Walisongo Kajoran)