PELAJAR TAK
BERPENDIDIKAN
Matahari
yang malu-malu dengan sinarnya, dan embun yang juga masih menyelimuti, membuat
pagi itu terasa dingin dan gelap. Bergegas Aku pulang selepas mengaji di TPQ, Dengan
masih mengenakan sarung dan peci berbordir bola dunia hijau Aku membantu nenek
memasak. Setelah selesai, aku pergi ke kebun dengan mengendong tas yang terbuat
dari karung dengan salah satu isinya adalah kertas. Di tengah perjalanan ada
seorang yang menyapa diriku “Hai Mad”,
dia adalah Akbar mahasiswa jurusaan tarbiyah yang tinggal di dusun sebelah. “Wa’alaikumussalam Bar” jawabku, “Hehehe…Asslamu’alaikum” Akbar tersenyum dengan
salah satu tangannya menggaruk kepala karena lupa mengucapkan salam. “Wa’alaikumussalam Bar… Gimana Bar ?”
tanya Aku. “Ini ada catatan lagi, kuliahku minggu ini” Akbar memberikan kertas foto
kopi yang bertuliskan tentang catatan materi kuliahnya kemarin kepadaku.
Seperti biasanya Akbar memang selalu seperti itu, ia tau bahwa aku bercita-cita
menjadi seorang guru madrasah tetapi aku tidak mampu dalam urusan biaya dan aku
hanya mampu menyekolahkan adikku saja, karena itu Akbar ingin membatuku meraih
cita-citaku dengan cara memberikan catatan kuliahnya dalam bentuk foto kopi
kepadaku tanpa pamrih. “Alhamdulillah
terimakasih Bar..“ ucap tulusku sambil menerima kertas tersebut dan kemudian
aku masukkan ke tas bersama dengan kertas-kertas lainnya yang selalu Akbar berikan
setiap akhir pekannya. “Sekali lagi terimakasih Bar, aku duluan ya aku mau ke
kebun, “Assalamu’alaikum“ kata Aku
sembari melambai tangan dan meninggalkan Akbar, “Baik Wa’alaikumussalam“ jawab Akbar juga meninggalkan Aku.
Sejuk kupandang hijaunya daun yang kini terlepas
dari embun karena pagi yang mulai menghilang, bergegas diriku mencabut ubi ungu
yang kutanam di kebunku dengan sesekali kubaca dan dan kupahami kumpulan kertas
yang dari Akbar. Setelelah selesai akupun pulang dengan membawa ubi tersebut,
‘Brruuuk..’ seorang lelaki berbaju PNS tak sengaja menyerempet diriku dengan
sepedanya di tepi jalan tanjakan dekat dengan kebunku. “Maaf dek, bapak tidak
sengaja karena remnya blong, adek tidak apa-apakan dek?” Bapak tersebut meminta
maaf sembari mengambil ubi dan kertasku yang jatuh.”Tidak pak saya baik-baik
saja” jawabku. “Eh ini..?” Bapak tersebut mengambil dan melihat kertasku yang
terjatuh. “Ada apa Pak?” tanya diriku. “Tidak apa-apa dek” jawab Bapak. Setelah
selesai mengumpulkan ubi dan kertas yang jatuh, kemudian bapak tersebut pergi
dan akupun pulang. Dipejalanan pulang aku bertemu dengan Zuda, ia adalah teman
IPNU sedusunku ia juga mahasiswa di kampus ternama. “Nanti kumpul IPNU diwaktu
dan tempat seperti biasa, da..” kata Zuda, “Baik…Wa’alaikumussalam” responku. Seperti itulah Zuda, selalu sombong,
otoriter, dan hanya memikirkan cinta lawan jenis. tapi aku tak membencinya. Kemudian
aku teruskan perjalananku pulang.
Waktu menunjukan pukul tujuhbelas, secepatnya aku
pergi kumpul IPNU. Sampai disana langsung dimulai perkumpulannya, singkat
cerita perkumpulan ini membahas tentang agenda untuk piknik ke luar kota satu
minggu lagi. Setelah selesai akupun pulang dengan gembira. Azan maghrib
berkumandang waktunya aku pergi kemasjid dan mengaji. Hari itu aku mengaji
kitab, pak Kyai menerangkan bahwa kita harus mementingkan Akhirat dahulu dan
insyaalah duniawi akan mengikuti, ini adalah ilmu baru yang akan selalu ku
ingat.
Pagi ini aku dan adikku bangun lebih awal, membantu
nenek memasak kue ubi untuk dijual seperti biasanya. Karena nenek tau bahwa aku
ada agenda piknik, nenek ingin memberikan keutungan penjualan kepadaku untuk
membayar iuran piknik. Akupun tidak begitu setuju tapi Adikku setuju dan tidak
marah dengan hal itu, karena adikku sekolah dengan beasiswa yang dulu aku
peroleh waktu lulus SMP tetapi aku lebih memili untuk memberikan beasiswa itu
kepada adikku dan kuputuskan aku tidak melanjutkan.
Pagi hari-H agenda piknik IPNU, berpeci hitam
terlihat dekapan yang sangat erat dengan kitab yang nyaman di dada, aku pulang
setelanh mengaji. Tak kusangka kitabku jatuh dan hanyut di sungai, sedih dan
bingung. Sampai dirumah teringat kata pak Kyai, dan kuputuskan tidak ikut
piknik dan menggunakan uangnya untuk membeli kitab. Kemudian aku berwudhu dan
sholat dhuha, sembari mendoakan kelancaran IPNU yang berpiknik. Sore ini aku
pulang dari mengaji, “Assalamu’alaikum
dek ini bapak yang nyrempet kamu, madrasahku sedang membutuhkan dua orang guru,
apakah adek mau ? saya tau adek selalu belajar sembari bekerja, karena saya
sering lihat ketika melewati kebunmu.” Ujar pak PNS. “Wa’alaikumsalam, benarkah ini pak ?” aku terkejut dan gembira. “
iya benar, saya tau dari Zuda keponakan bapak kalau kamu hanya lulusan SMP, tapi bukan
lulusan tinggi yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru, melainkan niattan
dan ilmu, besok bisa langsung menemuisaya di madrasah dusun sebelah.” Kata pak
PNS. “Alhamdulillah, baik pak
terimakasih.” Bersyukurnya diriku. Karena membutuhkan dua guru Aku terpikir
untuk mengajak Akbar.
Malam ini Aku pergi ke rumah Akbar memberitahukan
hal tadi, karena akbar sudah pulang. Akbarpun gembira dan menerima tawaran
tersebut. Paginya Kami pergi ke madrasah tersebut dan kami langsung diterima.
Bersyukurnya diriku atas nikmat luar biasa yang Allah.SWT berikan. Dan akhirnya
Aku sukses, hidup bahagia bersama adik, nenek dan limpahan yang Allah berikan.
BIOGRAFI PENULIS
Nama : Muhamad Sodikin