Minggu, 29 Juli 2018

Ananda kun Masrokhati
   Kenapa aku ada jika aku hanya diremehkan?, kenapa aku ada jika aku tak pernah dianggap?, kenapa aku ada jika aku tak pernah merasakan kasih sayang?, kenapa aku ada jika aku harus kehilangan semuanya?, kenapa aku ada?.
            Aku tak pernah tau seberapa pentingnya aku di dunia ini, kejadian beberapa tahun silam itu membuatku benar-benar tak berarti, tidak ada kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun, terlantar dijalanan dan diremehkan, tak berarti sama sekali..
***
            “KINAN!, sudah berapa kali kakak bilang jangan mainan di sungai,kalau tercebur bagaimana?”. Aku hanya diam dan menunduk kakak selalu marah jika aku bermain di sungai, “Maafin Kinan kak Ely,tapi main di sungai itu asik”.
“Kamu masih ngeyel ya di bilangin,kalau kamu hanyut bagaimana?”. Muka kak Ely masih merah padam memarahiku.
“Kan aku tidak sendiri,ada Bagas dan Eri”. Aku masih menunduk.
“Mereka itu laki-laki Kinan,bisa berenang kalau mereka hanyut,sedangkan kamu dikolam renang anak-anak saja kamu tidak bisa berenang”.
“Maafkan Kinan kak, Kinan janji nggak bakal main di sungai lagi”. Kak Ely berlalu meninggalkanku.
Rasa bersalah sealalu ada jika kak Ely memarahiku, dia sangat menyayangi aku dan Ayla adikku yang baru berusia 2 tahun, kak Ely sangat bertanggungjawab dengan adiknya,karena Ibu harus bekerja setelah ayah meninggal.
Jadi,kak Ely yang merawatku dan Ayla,kak Ely ingin sekali kuliah tapi Ibu tidak punya biaya kak Ely juga bekerja bikin kue dan menjualnya di kantin sekolahku dan SMA tempat kak Ely sekolah dulu,Ibu selalu pulang larut malam bekerja di pabrik kayu di kota,gajinya tidak seberapa hanya cukup membiayai aku dan makan sehari-hari.
***
            Aku termenung di dalam kamarku sambil melihat bintang dari jendela kamarku, Ayla sudah tidur pulas di sebelahku, aku melangkah perlahan mendekati lagi jendela kamarku sambil bersandar di kusen jendela, aku rindu ayah dan aku rindu tidur bersama Ibu, tak terasa air mataku menetes perlahan dipipiku.
Ssssssstttt!!!, aku mendengar suara dari arah semak-semak, aku segera mengusap air mataku dan melihat tajam kearah semak-semak itu. “KINAN!”. Aku terperanjat ternyata itu Bagas, ulahnya selalu mengagetkanku, Bagas adalah teman satu kelasku dia sangat baik dan selalu menghiburku disaat aku sedih.
“Ada apa Gas?,kamu selalu mengagetkanku”. Perlahan aku membuka pintu jendela kamarku.
“Aku tau kamu kalau malem kaya gini suka nangis, Ayla udah tidur?”. Bagas menengok kearah kamarku. Aku hanya mengangguk karena itu kebiasaanku setiap malam.
“Oh ya, besok ikut aku yuk?”. Bagas berusaha menghiburku.
“Kemana?”. Aku hanya menjawab pendek.
“Pokoknya ikut aja,nggak usah banyak tanya”. Aku hanya mengangguk.
“Ya sudah aku pulang dulu ya Nan,jangan lupa besok”. Bagas menunjukkan jempolnya kearahku lalu berlari meninggalkan jendela kamarku.
Aku menutup jendelaku rapat-rapat,aku menengok kearah jam di meja,pukul 21.00,mataku sudah mulai berat, aku membenarkan selimut dan sekejap mataku sudah tertutup rapat.
***
            Dalam setiap malam aku selalu bertanya kenapa aku ada?, kejadian beberapa tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan diremehkan, tak berarti sama sekali.
Aku kehilangan keluargaku di usia 10 tahun, terlalu kecil untuk menanggung beban kehidupan, terlalu kecil untuk mengerti tentang kerasnya kehidupan. Aku terisak di jendela kamarku sambil melihat bintang berkelip di langit, aku rindu Ayah,Ibu, kak Ely sedang apa mereka?.
***
            Aku memeluk Ayla sebelum berangkat sekolah, dia selalu tertawa ketika aku sedang mengikat sepatu,mungkin terlihat lucu karena aku tidak bisa mengikatnya.
“Kamu itu sudah besar Kinan,sudah kelas 3 masa mengikat sepatu saja tidak bisa”. Kak Ely menahan tawa sambil mengikat sepatuku, aku hanya nyengir tidak berdosa.
“Kata Ibu pulang sekolah langsung pulang jangan main”. Aku hanya diam tidak bilang tidak ataupun mengangguk, kak Ely menyerahkan kue untuk dijual di kantin sekolah.
“KIIINAAAANNNNN!! Ayo berangkat”. Dan seperti biasa Bagas selalu menghampiriku untuk berangkat sekolah bersama.
“Aku berangkat dulu ya kak”. Aku mencium tangan kak Ely dan pipi menggemaskan Ayla.
Bagas membisikkan sesuatu ditelingaku “Nan,nanti jangan lupa ya?”.
“Iya tapi nanti aku harus pulang dulu”. Bagas mengacungkan jempolnya kearahku, aku tersenyum membalasnya.
            Pulang sekolah aku buru-buru sampai kerumah,menyerahkan uang hasil jualan tadi,berganti baju dan pamit untuk pergi.
“Kamu mau kemana Nan?”. Kak Ely bertanya menyelidik.
“Aku mau belajar bersama Bagas kak”. Aku gugup menjawab pertanyaan kak Ely.
“Benar?, jangan pergi ke sungai lho?”.
“Iya kak, kan aku udah janji nggak main ke sungai lagi”.
“Ya sudah,jangan pulang sore lho”. Aku membalasnya dengan anggukkan mantap.
            Aku berlari menemui Bagas yang sudah menunggu di pos kamling, “Kamu lama sekali Nan”. Bagas terlihat bosan menungguku.
“Hehe..maaf, kamu piker minta izin dengan kak Ely gampang apa?”.
“Ya sudah ayo ikut aku”. Bagas beranjak berjalan menuju tempat tujuan, aku terus mengikutinya dari belakang,naik turun area persawahan, aku terpukau melihat pemandangan pegunungan di hadapanku. “Kita mau kemana sih Gas?”. Aku terus mengikuti Bagas dari arah belakang.
“Ikuti aku saja”. Aku hanya mengangguk.
            Bagas membawaku kesebuah tempat yang tandus dan kering,pepohonannya juga sudah tidak ada, banyak hasil pembakaran di situ, pembukaan lahan besar-besaran “Ini sangat berbahaya Gas”. Aku masih tercengang melihat semua itu.
“Kinan cepat sembunyi di sini”. Aku segera bersembunyi dibalik semak-semak, aku melihat banyak orang yang menebang pohon dan membakar sebagian lahan, “Kinan coba lihat,bahkan di sana ada pak lurah juga”. Bagas menunjuk keramaian orang yang sedang menebang pohon, hatiku terasa sengit ketika melihat semua ini.
“Ayo Kinan kita pergi,kita lihat yang selanjutnya”. Aku kembali mengikuti Bagas, dan tibalah disebuah jembatan yang menghubungkan desa ke kota, dan tepat di hulu sungai aku melihat banyak sekali limbah dan sampah dari kota, hatiku semakin terasa sengit.
“Ini tidak bisa dibiarkan Gas, sungai kita bisa tercemar dan banjir”.
“Iya Nan, tapi apa yang harus kita lakukan, kita terlalu kecil untuk melawan orang-orang itu”.
“Apa kita lapor ke polisi saja Gas?”.
“Aku sudah mencobanya Nan, sepertinya polisi itu dibayar oleh orang-orang kota”.
            Aku dan Bagas hanya berdiam diri diatas jembatan, masih berfikir apa yang seharusnya dilakukan, tapi hari sudah semakin sore Aku dan Bagas harus segera pulang, kalau tidak kak Ely bisa habis-habisan memarahiku, akhirnya kami segera bergegas untuk pulang.
            Benar saja, setibanya di rumah kak Ely sudah menghadangku di depan pintu sambil menggendong Ayla yang tertidur pulas, “Pasti kamu main ke sungai,iya kan?”. Kak Ely menghadangku dengan tuduhan tajam.
“ Tidak kak, aku dan Bagas memang benar-benar belajar”.
“Belajar kok sampe maghrib, sudah masuk sekarang sebentar lagi hujan”.
Aku mengindahkan kata-kata kak Ely dan segera masuk rumah.
***
            Kenapa aku ada? kejadian beberapa tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan diremehkan, tak berarti sama sekali.
Malam ini aku terisak di jendela kamarku, aku ingat sekali detik-detik kejadian yang menimpaku,perih sekali di dasar hati, aku rindu keluargaku sedang apa mereka?.
Sesekali aku mengusap air mata yang terus meleleh dipipi, Koran berita kejadian itu masih aku pajang rapi di dinding kamarku, mengingatkanku tentang orang-orang serakah yang membuat tuhan marah hingga kejadian itu terjadi.
 Dan aku masih bertanya kenapa aku ada di dunia ini?
***
            Malam ini hujan turun sangat deras, entah kenapa Ayla menangis kencang, perasaanku juga tidak enak aku menutup rapat-rapat jendela kamrku petir di luar terdengar keras, kali ini aku tidak bisa melihat bintang di langit warna hitam pekat menutupi semuanya.
Aku mencoba menenangkan Ayla yang berada digendongan kak Ely, kak Ely juga terlihat cemas.
“ Kak Ely kenapa?”. Aku bertanya sambil memindahkan Ayla ke gendonganku.
“Semoga Ibu cepat pulang, dan tidak terjadi apa-apa?”. Kak Ely masih terlihat cemas sambil mondar mandir. Aku mecoba menidurkan Ayla, hujan di luar masih sangat deras.
            30 menit kemudian, Ayla sudah tidur pulas digendonganku, hujan diluar masih deras, jam menunjukkan pukul 22.00, mataku sudah terasa berat, kak Ely masih cemas menunggu kepulangan Ibu. “Kak aku tidur dulu ya?”, sambil mengusap mataku yang lelah.
Kak Ely hanya mengangguk raut mukanya masih cemas, aku segera bangkit dan bergegas menuju kamarku “ Semoga tidak ada apa-apa ya Allah, aammmiinn”. Aku segera menutup mata lelahku sambil memeluk Ayla di sampingku.
***
            Aku mendengar Ayla menangis disampingku, aku terbangun sedikit melirik ke ararh jam dinding pukul 23.55, hampir tengah malam, aku kaget melihat Ibu yang sedang mencoba menenangkan Ayla, “Ibu sudah pulang?”. Ibu tersenyum ke arahku.
“Tidur lagi Kinan, biar Ayla tidur bersama Ibu,jangan lupa berdoa?”. Ibu beranjak keluar dan mencium keningku, hujan di luar masih deras, malam itu tidurku sudah tidak nyenyak persaanku tidak enak, aku mencoba memejamkan mataku kembali. Tapi, tidak bisa aku melirik jam tepat pukul 12 malam, perasaanku semakin cemas, dan tepat pukul 12 malam itu suara gemuruh air terdengar dari kejauhan, terdengar kentongan dari pos kamling berbunyi menyeruak “BANJIRRR…BANJIRRR…”. Aku mendengar suara orang berteriak dan berlari.
Aku takut, aku berlari menuju kamar kak Ely, “Kinaaannnnnn, ayo keluarrrrr”. Kak Ely menyeretku berlari ke luar.
“BANJIIIIIRRRR…BANJIIRRRRR”. Aku terpontang panting, aku melihat air bah itu datang tinggi seakali “KAAAKKKKK EELYYYYY”. Genggamanku terlepas dari tangan kak Ely, aku terjerambab “KAK ELYYYYYY”. Air bah setinggi 5 meter itu menghempas tubuhku,badanku hanyut, terpontang-panting menabrak bangunan rumah,berkali-kali aku mencoba meneriakkan nama Ibu dan Kak Ely tapi tidak bisa, aku merasakan air itu masuk kedalam hidungku, arusnya sangat deras dan masih terasa di badanku “BRRRUUKKK”. Aku tersangkut terapit pohon besar,aku tak sadarkan diri.
***
            Kenapa aku ada? kejadian beberapa tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan diremehkan, tak berarti sama sekali.
Banjir bandang itu, merenggut kebahagianku, merenggut orang-orang yang aku sayangi, air mataku buncah,terpontang-panting tubuhku dipermainkn air berarus deras setinggi 5 meter itu, hingga akhirnya keajaiban itu datang, keajaiban yang tidak mungkin di dapatkan semua manusia, aku selamat dari musibah itu.
***
            Terik matahari sangat menyengat, aku merasakan badanku terasa remuk dan saikt, “Ibuu..Kak Ely”. Aku merintih kesakitan, semalam badanku terasa dingin, aku melihat di sekelilingku banyak mayat, banyak bangunan rumah yang hanyut, dan aku melihat diseberang mayat kak Ely yang terbujur kaku, tubuhnya penuh lumpur aku mengenali gelang yang dipakainya.
“Kak Elyy”. Aku terisak, badanku terasa sakit dan penuh lumpur, 2 hari 1 malam aku terjebak dintara pohon besar, bau mayat sudh menyeruak, dan akhirnya tim sar menemukankku dan segera membawaku ke rumah sakit, dan saat itu aku tidak sadarkan diri lagi.
            Aku terus merintih menyebut nama Ibu dan Kak Ely, aku juga bermimpi Ayla, dia tertawa melihatku. Aku melihat di sekitarku banyak selang yang menempel ditubuhku.
Aku melihat gurat senyum dari suster rumah sakit menyapaku “Sungguh pertolongan dari Allah,sekarang kamu sudah siuman”.
“Aku dimana?”.
“Kamu di rumah sakit, nama kamu siapa?”.
“Kii…..nnaannn”. Aku menjawab pelan.
“Kinan? Nama yang bagus, sekarang kamu istirahat dulu ya?”. Aku hanya mengedipkan mataku.
Tubuhku masih terasa lemas dan sakit, kepalaku ternyata botak,banyak jahitan, aku tanya dengan dokter katanya kepalaku dimakan air sehingga aku harus di jahit.
***
            Kenapa aku ada? kejadian beberapa tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan diremehkan, tak berarti sama sekali.
Airmataku terus menetes, waktu itu stasiun televisi sedang gencar-gencarnya memberitakan banjir bandang itu, yang merenggut hampir semua orang di desaku.
Dan saat itu datanglah keajaiban kembali, ternyata tim sar menemukan seorang bayi yang tersangkut di atap rumah, bayi itu Ayla adikku yang berumur 2 tahun, walaupun terluka parah tapi dia masih hidup.
Aku sangat bersyukur, tetapi disebelah adikku Ibuku sudah terkapar tak bernyawa kedua kakinya membusuk, kini aku dan adikku tidak punya orang tua, dan aku masih bertanya kembali kenapa aku ada?
***
            Kini aku sudah berangsur pulih, suster baik itu menemukan aku dengan adikku, Ayla kini juga terlihat sehat walaupun kepalanya botak seperti aku. Aku senang bisa melihat Ayla, hanya dia keluargaku yang tersisa setelah semua pergi meninggalkanku.
Kami dikirimkan disebuah panti asuhan, aku kembali sekolah seperti dulu dengan teman-temanku yang baru,seketika aku teringat Bagas dimana dia?.
Ibu panti disini sangat galak, aku sering dimarahi jika Ayla menangis aku tidak betah tinggal di panti asuhan ini.
“Kinan,kemari kamu”. Ibu panti memanggilku, aku sedang menyapu di ruang kamarku dan Ayla.
“cepattttt”. Muka garang Ibu panti sudah terlihat, aku segera berlari.
Ibu panti mengajakku ke ruang tamu, disana sudah duduk sepasang suami istri, mereka membelai rambutku dengan sangat lembut. “Nha, Kinan mereka akan menjadi orang tua angkatmu”. Ternyata aku akan diadopsi rasa senang itu ada karena aku akan mersakan punya keluarga lagi.
“ Lalu bagaimana dengan Ayla Bu panti?”. Aku menatap dalam Ibu panti.
“Maaf Kinan tapi, mereka hanya ingin mengadopsi kamu saja”.
“Kinan tidak mau berpisah dengan Ayla bu”. Aku berlari meninggalkan tempat itu, aku masuk ke kamar memeluk Ayla yang tertidur pulas, bagaimana bisa aku meninggalkan Ayla, dan malam itu aku bertekad untuk pergi dari panti asuhan ini.
            Aku segera mengemasi barang-barangku dan Ayla, aku mengendongnya dalam dekapanku, aku harus nekad mengambil makanan di rak makan panti, aku segera berlari sekencang yang aku bisa,tak peduli badanku yang kecil terhuyung akan jatuh, aku tidak mau berpisah dengan Ayla biar maut yang memisahkan.
Aku bersembunyi didalam mobil box pengangkut barang yang ada dipasar, tubuhku kecil jadi muat menyelip diantara keranjang sayuran, Ayla tertidur pulas digendonganku mataku mulai berat, aku menutup mataku rapat.
***
            Kenapa aku ada? kejadian beberapa tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan diremehkan, tak berarti sama sekali.
            Aku menarik nafasku berat, beban kehidupan dimulai ketika aku sudah sampai di kota, aku harus mencari pekerjaan, apa yang bisa dibuat anak kecil umur 10 tahun yang harus mengurus adiknya?, waktu itu aku memang masih kecil tapi semangatku tidak bisa diremehkan, aku tidak mau mengemis, aku bekerja menjual Koran dan mengamen.
 1 tahun lamanya aku merasakan kerasnya jalanan, bertengkar dengan preman jalan berebut sisa makanan di tong sampah dengan anak jalanan, waktu itu umurku 11 tahun dan Ayla 3 tahun, tapi Ayla belum bisa bicara, berjalan pun masih terhuyung badannya kecil tak berisi begitu juga badanku tidak ada lemak yang menempel, dan sekali lagi aku bertanya kenapa aku ada di dunia ini?
***
            Aku tersadar dari tidurku yang melelahkan, perkotaan tepat di mataku, aku segera mencari tempat untuk istirahat, Ayla menangis didekapanku sepertinya dia lapar “Sepertinya kamu lapar ya dek?”. Aku segera mengambil makanan yang berada di ranselku serta susu yang berada di termos kecil, aku memandangi setiap gedung di kota, “Aku rindu Ibu dan kak Ely”. Aku merintih sambil mendekap erat Ayla. Aku mulai beranjak dari tempat dudukku aku mencari tempat tinggal dibawah jembatan, banyak anak yang malang sepertiku, di sana aku menemukan teman baru Lala dan Udin mereka sangat baik, kita berbagi tempat tinggal Lala sangat menyayangi Ayla, Ayla juga tertawa jika bergurau dengan Lala.
“La, aku titip Ayla ya, aku sama Udin mau jualan dulu”.
“Iya Nan, aku jagain Ayla kok”. Aku dan Udin segera pergi, kami berpencar kearah lampu merah yang berbeda, aku ngamen sedangkan Udin berjualan Koran dan tisu.
            Matahari cukup terik, tubuh kumalku terduduk dibarisan kardus bekas, kami juga mengumpulkan sampah untuk dijual.
“Nan, duduk yuk”. Udin mengajakku beristirahat sebentar.
“Coba kita hitung berapa pendapatan kita hari ini”. Aku mengangguk mengiyakan.
“Wah kita dapet banyak Din, kita dapet 100 lebih nih, bisa buat beli susu Ayla”.
“Iya Nan, bisa makan enak nih”.
            Disaat kita berdua sedang menghitung uang, tiba-tiba ada preman yang mabuk menghampiri dan ingin merampas uang yang aku pegang. Langsung saja tubuh cungkring kami terjerambab jatuh, emosi Udin pun memuncak “Kembalikan uang kami”. Udin mengambil sebatang kayu.
“Eh, duit ini punya gua, lu semua harus tunduk sama gua”. Preman itu menimpali.
Tanpa banyak omong lagi Udin memukul kepala preman itu hingga pingsan, Udin mengambil uangnya kembali dan kami langsung berlari menjauh.
“Wahhh… Udin hebat”. Aku menepuk-nepuk bahu Udin.
“Siapa duluu, bang Udin gitu”. Udin menepuk-nepuk dadanya sendiri layaknya superman yang menyelamatkan kota.
“Eh, ayo kita beli makanan dan pulang Din”.
“Ayooo”.
            Jalanan berdebu, panas terik matahari sangat menyengat, aku mengusap peluh yang ada di dahi. Tubuhku sangat kumal aku segera pulang bersama Udin, aku kaget ketika Lala menghampiriku sambil menangis dan panik.
“Kamu kenapa La?”. Aku juga bertanya cemas.
“Ayla…. Ayla Kinaaannnn”. Lala terlihat semakin pank.
“Ayla kenapa?”. Lala segera berlari menyeret tanganku, aku kaget, aku melihat Ayla kejang-kejang dan memuntahkan busa dari mulutnya, “Ayla kenapa La?”. Aku semakin panik.
“Aku tidak tahu Kinan, aku sedang mengambil air minum tiba-tiba Ayla menangis dan kejang seperti ini”.
Tanpa berpikir panjang lagi, Udin langsung membawa Ayla dipuskesmas terdekat, Ayla segera dibawa di ruang gawat darurat, “Kita nggak punya uang Din”. Aku menangis.
“Tenang saja Nan, aku masih punya tabungan untuk membayar uang muka”. Udin menepuk bahuku menenangkan, aku terduduk di deretan kursi puskesmas aku masih terisak, Lala dan Udin mengamati Ayla dari kaca ruangan, aku berlari sambil mengusap airmataku.
***
            Kenapa aku ada? kejadian beberapa tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan diremehkan, tak berarti sama sekali.
            Malam mulai larut, tapi aku masih terisak, bintang diluar sana memandangku nanar dari balik jendela kamarku, waktu itu hampir saja Ayla meninggal jika saja Udin tidak langsung membawanya ke puskesmas. Tapi Allah itu maha adil memberikan jalannya dengan cara apapun,dibalik cobaan itu ada hikmahnya, aku menemukan keajaiban kembali aku menemukan orang baik yang dulu menghiburku.
***
            Aku berlari sekencangku,aku terjerambab disebuah taman, aku terisak dibawah pohon, sesekali aku melihat nanar situasi disekitar taman itu.
Di taman itu aku melihat seorang anak sedang bersama ayahnya bermain bersama, membuatku semakin bersedih, aku mendekapkan mukaku menekuknya dikakiku.
Ayah dan anak itu mendekatiku, “Kamu kenapa nak?”. Suara berat itu menghampiriku.
Aku mendongakkan wajahku, aku kaget melihat anak yang disebelahnya “Bagas”. Bisikku lirih.
Bagas juga melihatku tak percaya “Kinan?”.
“Kamu kenal dengan dia Bagas?”. Suara berat itu terdengar kembali.
“Dia sahabat yang sering aku ceritakan itu Yah”. Bagas tersenyum kepada laki-laki gagah itu.
“Ayah?”. Aku berbunyi lirih, “Sini Kinan duduk dulu”. Laki-laki itu mengulurkan tangannya, aku menggapai tangan itu, tangisku makin terisak. “Kamu kenapa Kinan?, Alhamdulillah kamu selamat dari banjir itu”. Bagas menatapku nanar.
“Kamu juga selamat Bagas? Aku kira kamu sudah dimakan air”.
“lalu bagaimana dengan semuanya Kinan?”.
“Ibu dan kak Ely sudah meninggal Bagas”. Aku meneteskan airmata dipipiku.
“Ayah dan Ibuku juga meninggal Kinan, lalu bagaimana dengan Ayla?”.
“Ayla selamat Bagas, tapi……..”. Aku semakin terisak, tidak mampu lagi untuk berkata.
“ Tapi apa Kinan?, Kinan ini Ayah angkatku namanya om Tegar, dia sangat baik sekali kamu bisa tinggal bersamaku Kinan”.
“ Iya Kinan, sudah lama om dan istri om tidak punya anak, Kinan mau tinggal sama om?”.
Aku menatap wajah Bagas dan om Tegar dalam, “Tapi adik Kinan sedang di rawat di puskesmas Om”.
“Ayla kenapa Kinan?”. Aku mengajak Bagas dan Om Tegar menuju puskesmas, setibanya di puskesmas aku melihat Udin dan Lala menangis, “Kinan!!”. Lala memelukku erat.
“Ayla kenapa La?”, Lala semakin terisak dalam.
“Ayla meninggal Kinan”. Udin juga memelukku erat, aku menjerit tak percaya, lengkap sudah kini kesedihankku, aku pingsan tak sadarkan diri.
***
            Kenapa aku ada? kejadian beberapa tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan diremehkan, tak berarti sama sekali.
Airmataku buncah kembali, Ayla satu-satunya keluargaku yang tersisa kini telah pergi, aku memang kakak yang tidak bisa menjaga adiknya dengan baik, waktu itu umurku 11 tahun, betapa banyak cobaan menimpa disaat aku kecil, tapi Allah selalu merencanakan yang terbaik dibalik kesedihan yang aku alami ada suatu jalan indah yang aku miliki, tapi aku masih bertanya kenapa aku ada di dunia ini?.
***
            Om Tegar memang sangat baik, dia yang mengurus kematian Ayla, aku sangat berterimakasih kepada om Tegar,Bagas dan tante Maria istri om Tegar.
Saat dipemakaman Bagas tetap menghiburku, aku diangkat menjadi anak om Tegar dan tante Maria, aku bercerita semua apa yang aku alami saat ini, aku melihat airmata tante Maria menetes kini aku merasakan keluarga yang lengkap kembali.
Aku kembali bersekolah, aku selalu rajin belajar hingga aku mendapat beasiswa di sekolah favorit begitu juga dengan Bagas, kami selalu kompak dengan segala hal, hingga akhirnya kami diterima di sebuah universitas di luar negeri, kami tidak mau mengecewakan Ayah Tegar dan Ibu Maria karena mereka aku dan Bagas menjadi orang yang sukses.
***
            Kenapa aku ada? kejadian beberapa tahun silam itu membuatku tak berarti, tidak ada kasih sayang yang diberikan untuk anak berusia 10 tahun terlantar dijalanan dan diremehkan, tak berarti sama sekali.
            Kini terjawab sudah kenapa aku ada di dunia ini, lewat beberapa kejadian kehidupan yang aku alami, musibah itu memberikanku sebuah pembelajaran, kenapa aku ada? Karena aku harus meneruskan hidupku, kenapa aku ada? Aku ada karena aku harus merawat Ayla disisa hidupnya,kenapa aku ada? Aku ada karena aku harus berjuang untuk hidupku, kenapa aku ada? Aku ada untuk menemukan keluarga baru yang sangat baik kepadaku, dan kenapa aku ada? Aku ada karena maha besar Allah yang telah menentukan jalanku untuk mencapai kesuksessanku, aku ada untuk keluargaku,aku ada karena aku yakin semua itu akan indah pada waktunya,
            Umurku kini 23 tahun,dan sekarang aku telah tau jawaban dari kehidupanku, aku beranjak dari jendela kamarku,mengusap semua airmataku dan kini gurat senyum yang terukir diwajahku.

Karya : Nanda Kun (IPPNU Komisariat SMK Ma'arif Walisongo Kajoran)

Facebook
0 Blogger

0 komentar: